Modernisasi Kelompok Tani di Era Revolusi Industri

Modernisasi Kelompok Tani di Era Revolusi Industri    Artikel ini pernah diterbitkan di Indonesia Development Forum, bersama dengan mas imam syafii, kami menulis sebuah ide modernisasi kelompok tani.

    Di tengah semaraknya revolusi industri saat ini, bidang pertanian seperti tertinggal jauh daripada bidang-bidang industri yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat melek teknologi mayoritas petani Indonesia masih rendah. Usia petani Indonesia yang didominasi oleh kalangan orang tua menjadikan petani kesulitan dalam mengikuti perkembangan teknologi. Masih jarang pemuda yang mau bergelut di bidang pertanian. Pertanian di benak anak muda adalah sesuatu yang ”kuno”, kotor, dan dinilai kurang menjanjikan. Hal tersebut mengakibatkan regenerasi petani Indonesia tergolong rendah. Padahal industri pertanian adalah industri yang selalu ada karena manusia selalu membutuhkan makanan. Selain permasalahan regenerasi, permasalahan lain yang perlu diperhatikan adalah terkait penanganan pasca panen yang masih kurang baik sehingga mengakibatkan harga yang tidak stabil. Masih banyak petani yang pada akhirnya tidak bisa menjual hasil pertaniannya dengan harga yang sebanding dengan keringat mereka. Berbanding terbalik dengan para pedagang/tengkulak yang dapat menjual hasil pertanian dengan harga yang menguntungkan. Tidak peduli dengan tinggi atau rendahnya harga, mereka akan selalu dapat mengambil keuntungan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara memutus rantai distribusi yang terlalu panjang.

    Idealnya, di era revolusi industri saat ini, petani dapat memasarkan sendiri hasil pertaniannya. Berbagai  start-up dan aplikasi bermunculan untuk membantu petani dalam memasarkan hasil pertaniannya. Namun hal tersebutid tidak efektif karena petani masih banyak petani yang kurang melek teknologi. Oleh karena itu, diperlukan alternatif lain untuk mengelola hasil pertanian yang lebih efektif dan profitable dengan mengkolaborasikan petani yang sudah mempunyai pengalaman dan ketrampilan dengan pemuda yang melek teknologi sebagai agen pemasaran hasil pertanian dalam suatu kelompok.

    Kelompok tani (poktan) yang ada saat ini hanya dijadikan sebagai organisasi struktural yang hanya berfungsi saat pembagian bantuan pemerintah saja. Akibatnya, cita-cita kelompok tani yang seharusnya dapat mensejahterakan petani tidak tercapai secara maksimal. Padahal jika kelompok tani dapat dikelola dengan baik, kelompok tani tidak hanya dapat dijadikan sebagai organisasi yang menerima bantuan saja, namun juga dapat berfungsi sebagai penyerap hasil panen dari para anggota maupun pendistribusian pupuk kepada para anggotanya, sehingga dapat diperoleh angka minimal produksi dan angka maksimal penjualan.

    Matinya kelompok tani di berbagai daerah antara lain disebabkan karena pengurusnya yang tidak mempunyai motivasi dan inovasi untuk mengembangkan kelompoknya. Pemuda yang mempunyai inovasi serta kemampuan memanfaatkan teknologi seharusnya dapat ikut berpartisipasi dalam pengembangan kelompok tani. Sayangnya, saat ini  kelompok tani belum merangkul anak-anak muda yang mempunyai potensi. Begitu pula masih jarang anak muda yang tertarik bergabung dengan kelompok tani. Oleh karena itu, diperlukan kelompok baru dengan sistem/tata nilai yang lebih modern yang dapat mengkolaborasikan antara petani dan pemuda. Kelompok ini harus diinisiasi oleh pemuda yang bekerjasama dengan petani dengan menggunakan sistem koperasi. Sistem koperasi ini dapat menjadikan petani lebih bisa mandiri tanpa menunggu bantuan dari pemerintah dalam mencapai harga produksi yang lebih murah dan penjualan yang lebih mahal.

    Hal yang pertama dilakukan adalah dengan mengumpulkan anak-anak muda yang tertarik dengan dunia pertanian. Kelompok kecil pemuda ini mencari petani yang bersedia dipasarkan hasil pertaniannya baik melalui media online maupun offline. Hasil panen dari petani dibeli oleh koperasi dengan harga jual yang lebih tinggi daripada harga tengkulak. Setelah dibeli, hasil pertanian tersebut dikemas dengan kemasan yang menarik sehingga mempunyai nilai lebih yang keuntungannya dapat dikelola untuk pengembangan koperasi. Pemasaran pertanian secara online dapat dilakukan melalui media sosial seperti facebook, instagram, website, maupun youtube. Sedangkan pemasaran secara offline dapat dilakukan di toko yang dimiliki oleh koperasi dengan desain toko yang lebih modern dan unik dibandingkan dengan pasar tradisional ataupun toko sayur dan buah pada umumnya. Apabila petani dan pemuda dapat berkolaborasi, maka saya yakin, hasil pertanian akan meningkat secara drastis dikarenakan harga jual yang tinggi di tingkat petani mendorong petani untuk meningkatkan produksinya, sehingga cita-cita Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pun dapat tercapai.

Comments